Persatuan
Islam (Persis) merupakan salah satu organisasi Islam di Indonesia yang di dirikan di Bandung tanggal 17 September
1923 oleh KH.Zamzam. Gagasan pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan
yang bersifat kenduri yang diadakan secara berkala di rumah salah satu anggota
kelompok yang berasal dari Sumatra tapi lama tinggal di Bandung.
Zamzam
sewaktu mudanya selama tiga setengan tahun menghabiskan waktunya untuk berstudy
di Mekkah. Selama di Mekkah itulah pemikiranya banyak terpengaruh paham
pembaharuan yang berkembang pada saat itu. Oleh karena itu sekembali dari
Mekkah ia menjadi guru di Darul
Muta’allimin, sebuah sekolah Agama di Bandung dan mempunyai hubungan
dengan Syekh Ahmad Surkati dari Al-Irsyad di Jakarta.
Persis
yang banyak dipengaruhi aliran Wahabiyah ini, tampil berdakwah sekaligus
menentang segala praktik-praktik keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam.
Selain berupaya memurnikan akidah umat islam, persis juga berperan dalam
menentang imperialis barat, kerajaan protestan Belanda dan pemerintahan
kolonial Belanda yang bercokol di Indonesia. Para Ulama aktivitis organisasi
ini, semuanya berupaya membangkitkan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa,
dan bernegara serta menumbuhkan kesadaran bersyariah Islam. Pada umumnya, para aktivitis menggunakan dana pribadi dalam
aktivitas gerakannya.
Pemberian
nama Persatuan Islam, mempunyai pengertian sebagai “Persatuan Pemikiran Islam, Persatuan Rasa Islam, Persatuan Usaha Islam, dan Persatuan Suara Islam.
Organisasi
ini bertujuan mengamalkan segala ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan
anggotanya dalam masyarakat. organisasi ini juga bertujuan mengarahkan kaum
Islam pada ajaran akidah-syariahnya berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah. Atas
dasar tujuan dan cita-cita inilah Persatuan Islam bukan organisasi yang
bergelut dalam bidang Siyasaq. Dalam
arti polotik pratis.[1]
Sejak
kelahiranya Persis pada umumnya kurang memberikan tekanan bagi kegiatan
organisasi sendiri. Persis tidak berminat untuk membentuk banyak cabang atau
menambah sebanyak mungkin anggotanya. Jika seandainya ada pembentukan sebuah
cabang. Itu semata-mata tergantung kepada inisiatif peminat dan tidak
didasarkan kepada suatu rencana yang dilakukan oleh pemimpin pusatnya. Pengurus
Persis ini jauh lebih besar dari paada jumlah cabang ataupun anggotanya.
Dalam
perkembangan sejarahnya, persatuan islam ini berupaya untuk tetap konsisten dan
istiqamah dalam pandanganya tentang ajaran agama Islam yang harus dikembalikan
kepada sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah dengan berupaya untuk
memberantas tradisi-tradisi masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam
yang benar sampai ke akar-akarnya, sehingga menyebabkan Persatuan islam
banyak dibenci bahkan di “takuti” oleh masyarakat, yang menyebabkan
perkembangan Persis baik dari sisi organisasi maupun dari jumlah anggota tidak
mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Tidak seperti organisasi
keagamaan yang lain yang masih mempunyai toleransi terhadap tradisi-tradisi
yang ada, sehingga mereka mudah diterima oleh masyarakat dan menjadi ormas yang
besar di Indonesia.[2]
[1] Toto Suharto, filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Ar-Ruz Media, 2006), 336-337.
[2]
http://persisresearchblog.wordpress.com/tag/maman-abdurrahman/. Diakses pada tanggal
4 Desember 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar