Jumat, 25 September 2015

Sejarah PERSIS

Persatuan Islam (Persis) merupakan salah satu organisasi Islam di Indonesia yang  di dirikan di Bandung tanggal 17 September 1923 oleh KH.Zamzam. Gagasan pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan yang bersifat kenduri yang diadakan secara berkala di rumah salah satu anggota kelompok yang berasal dari Sumatra tapi lama tinggal di Bandung.

Zamzam sewaktu mudanya selama tiga setengan tahun menghabiskan waktunya untuk berstudy di Mekkah. Selama di Mekkah itulah pemikiranya banyak terpengaruh paham pembaharuan yang berkembang pada saat itu. Oleh karena itu sekembali dari Mekkah ia menjadi guru di Darul  Muta’allimin, sebuah sekolah Agama di Bandung dan mempunyai hubungan dengan Syekh Ahmad Surkati dari Al-Irsyad di Jakarta.

Persis yang banyak dipengaruhi aliran Wahabiyah ini, tampil berdakwah sekaligus menentang segala praktik-praktik keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam. Selain berupaya memurnikan akidah umat islam, persis juga berperan dalam menentang imperialis barat, kerajaan protestan Belanda dan pemerintahan kolonial Belanda yang bercokol di Indonesia. Para Ulama aktivitis organisasi ini, semuanya berupaya membangkitkan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa, dan bernegara serta menumbuhkan kesadaran bersyariah Islam. Pada umumnya, para aktivitis menggunakan dana pribadi dalam aktivitas gerakannya.

Pemberian nama Persatuan Islam, mempunyai pengertian sebagai “Persatuan Pemikiran IslamPersatuan Rasa IslamPersatuan Usaha Islam, dan Persatuan Suara Islam.
Organisasi ini bertujuan mengamalkan segala ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan anggotanya dalam masyarakat. organisasi ini juga bertujuan mengarahkan kaum Islam pada ajaran akidah-syariahnya berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah. Atas dasar tujuan dan cita-cita inilah Persatuan Islam bukan organisasi yang bergelut dalam bidang Siyasaq. Dalam arti polotik pratis.[1]

Sejak kelahiranya Persis pada umumnya kurang memberikan tekanan bagi kegiatan organisasi sendiri. Persis tidak berminat untuk membentuk banyak cabang atau menambah sebanyak mungkin anggotanya. Jika seandainya ada pembentukan sebuah cabang. Itu semata-mata tergantung kepada inisiatif peminat dan tidak didasarkan kepada suatu rencana yang dilakukan oleh pemimpin pusatnya. Pengurus Persis ini jauh lebih besar dari paada jumlah cabang ataupun anggotanya.

Dalam perkembangan sejarahnya, persatuan islam ini berupaya untuk tetap konsisten dan istiqamah dalam pandanganya tentang ajaran agama Islam yang harus dikembalikan kepada sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah dengan berupaya untuk memberantas tradisi-tradisi masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar sampai ke akar-akarnya, sehingga  menyebabkan Persatuan islam banyak dibenci bahkan di “takuti” oleh masyarakat, yang menyebabkan perkembangan Persis baik dari sisi organisasi maupun dari jumlah anggota tidak mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Tidak seperti organisasi keagamaan yang lain yang masih mempunyai toleransi terhadap tradisi-tradisi yang ada, sehingga mereka mudah diterima oleh masyarakat dan menjadi ormas yang besar di Indonesia.[2]   



[1] Toto Suharto, filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2006), 336-337.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar